"Pengertian Syirik Beserta Jenis, Contoh dan Macam-Macamnya
Pengertian syirik beserta
jenis, contoh dan macam-macamnya ini penting diketahui umat muslim. Karena
syirik merupakan dosa besar yang tidak dapat diampuni. Kata ‘syirik’ (شِرْكٌ)
berasal dari kata ‘syarika’ (شَرِكَ) yang berarti: berserikat, bersekutu, bersama
atau berkongsi. Arti lughawi (bahasa) ini mengandung makna bersama-sama antara
dua orang atau lebih dalam satu urusan atau keadaan
Dalam Al-Quran, kata syirik
dengan berbagai bentuknya disebutkan 227 kali dengan makna yang berbeda-beda
sesuai dengan konteksnya, antara lain: Persekutuan dalam pemilikan harta,
seperti disebutkan dalam surat an-Nisa’: 12,
Artinya: “Jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, …” (QS. an-Nisa’: 12) Persekutuan dalam merasakan azab di
akhirat, seperti disebutkan dalam surat az-Zukhruf: 39.
Persekutuan dalam kekuasaan
atau penciptaan antara Allah dengan berhala-berhala atau makhluk lain ciptaan
Allah, seperti disebutkan dalam surat Yusuf: 106 dan Ali ‘Imran: 36.
Artinya: “Dan sebahagian
besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 106)
Artinya: “Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun …” (QS. an-Nisa: 36)
Pengertian Syirik Secara definisi Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma dan
Sifat-Nya. Seperti dilansir almanaj, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Syirik ada dua macam; pertama syirik dalam Rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu
selain Allah yang mengatur alam semesta, sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap
(sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah
pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam
(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang
menjadi pembantu bagi-Nya.’” [Saba/34: 22] Kedua, syirik dalam Uluhiyyah, yaitu
beribadah (berdo’a) kepada selain Allah, baik dalam bentuk do’a ibadah maupun
do’a masalah." Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam
Uluhiyyah Allah adalah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah,
seperti berdo’a kepada selain Allah di samping berdo’a kepada Allah, atau
memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar,
berdo’a, dan sebagainya kepada selain-Nya.
Karena itu, barangsiapa
menyembah dan berdoa kepada selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak
pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan
kezhaliman yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
… Sesungguhnya menyekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” [Luqman/31: 13]
ADVERTISEMENT Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Maukah aku beritahukan
kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya
tiga kali.) Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” -Ketika
itu beliau bersandar lalu beliau duduk tegak seraya bersabda:- “Dan ingatlah,
(yang ketiga) perkataan dusta!” Perawi berkata: “Beliau terus meng-ulanginya
hingga kami berharap beliau diam.” [4] Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan
dosa besar yang paling besar dan kezhaliman yang paling besar, karena ia
menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta) pada hal-hal yang khusus bagi Allah
Ta’ala. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia telah
menyamakannya dengan Allah dan ini sebesar-besar kezhaliman. Zhalim adalah
meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Jenis-jenis Syirik Menurut ar-Raghib
al-Asfahaniy, syirik terbagi menjadi dua, yakni Syirik besar dan syirik kecil.
1. Syirik Besar
Asy-Syirk al-Akbar ( الشِّرْكُ اْلأَكْبَرُ) atau syirik besar, yaitu syirik dalam bidang keyakinan, yaitu meyakini adanya Tuhan selain Allah atau menyekutukan Allah dengan makhluk ciptaannya dalam hal ketuhanan.
2. Syirik Kecil
Asy-Syirk
al-Ashgar ( الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ), syirik kecil, yaitu menyekutukan Allah
dalam tujuan beribadah atau beramal kebaikan yang tujuannya untuk memperoleh
pujian dari orang lain, padahal tujuan beribadah dan beramal kebaikan itu
seharusnya hanya untuk mencari keridlaan Allah subhanahu wa ta’ala.
(al-Mausu’ah al-Qur’aniyah: 369) Kedua macam syirik tersebut hukumnya haram,
dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengampuninya kecuali dengan bertaubat
sebelum meninggal, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:
rtinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” (QS. an-Nisa’: 48) Contoh-contoh Syirik Banyak contoh Syirik dalam
kehidupan manusia saat ini. Baik yang berupa syirik kecil, syirik tersembunyi
dan yang terang-terangan seperti Syirik Besar. Contoh syirik dalam perbuatan,
seperti memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal
marabahaya. Seperti menggantungkan jimat (tamimah) karena takut dari ‘ain (mata
jahat) atau lainnya. Jika seseorang meyakini bahwa kalung, benang atau jimat
itu sebagai penyerta untuk menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka
perbuatan ini adalah syirik ashghar, karena Allah tidak menjadikan sebab-sebab
(hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut
Adapun jika
ia berkeyakinan bahwa dengan memakai gelang, kalung atau yang lainnya dapat
menolak atau mengusir marabahaya, maka per-buatan ini adalah syirik akbar
(syirik besar), karena ia menggantungkan diri kepada selain Allah. Syirik Khafi
(tersembunyi) Syirik jenis ini yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat,
seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang), dan
lainnya. Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan diri kepada
Allah, tetapi ia ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperindah
shalatnya (karena dilihat orang) atau bershadaqah agar dipuji dan memperindah
suaranya dalam membaca (Al-Qur-an) agar didengar orang lain, sehingga mereka
menyanjung atau memujinya. Suatu amal apabila tercampur dengan riya’, maka amal
tersebut tertolak, karena itu Allah memperintahkan kita untuk berlaku ikhlas.
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah:
‘Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia sepertimu, yang diwahyukan kepadaku:
‘Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Allah Yang Esa.’’ Barangsiapa
mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabb-nya.” [Al-Kahfi/18: 110] Maksudnya, katakanlah (wahai Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam) kepada orang-orang musyrik yang mendustakan ke-Rasulanmu:
“Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti juga dirimu.” Maka barangsiapa
yang menganggap diriku (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) adalah
pendusta, hendaklah ia mendatangkan sebagaimana yang telah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bawa. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengetahui yang ghaib, yaitu tentang perkara-perkara terdahulu yang pernah
disampaikan beliau, seperti tentang Ashhaabul Kahfi, tentang Dzul Qarnain, atau
perkara ghaib lainnya, melainkan (sebatas) yang telah diwahyukan Allah Ta’ala
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ilah (sesembahan)
yang mereka seru dan mereka ibadahi, tidak lain adalah Allah Yang Esa, tidak
ada sekutu bagi-Nya. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa
barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan-Nya -yaitu mendapat pahala dan
kebaikan balasan-Nya- maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih yang sesuai
dengan syari’at-Nya, serta tidak menyekutukan sesuatu apapun dalam beribadah
kepada Rabb-nya. Amal perbuatan inilah yang di-maksudkan untuk mencari
keridhaan Allah Ta’ala semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Kedua hal
tersebut (amal shalih dan tidak menyekutukan Allah) merupakan rukun amal yang
maqbul (diterima). Yaitu harus benar-benar tulus karena Allah (menjauhi
perbuatan syirik) dan harus sesuai dengan syari’at (Sunnah) Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[17] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda
“Sesungguhnya
yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka (para
Sahabat) bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” [18] Termasuk juga dalam
syirik, yaitu seseorang yang melakukan amal untuk kepentingan duniawi, seperti
orang yang menunaikan ibadah haji atau berjihad untuk mendapatkan harta benda.
Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Celakalah
hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah, celakalah hamba
khamilah [19]. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.”
Semoga bermanfaat, menjelang sore di Universitas Persada Indonesia Y.A.I