"Mengapa Riba Sangat Diharamkan dalam Islam? Begini Penjelasannya".
Islam tidak melarang berutang namun syariat sangat melarang bahkan mengharamkan riba . Mengapa demikian dan apa alasannya? Riba atau bunga (penambahan uang) dari proses pinjam-meminjamkan uang. Ada dampak buruk yang mengerikan dari proses riba tersebut. Dikutip dari tulisan ceramah Ustaz Hadhrami, dai yang sering mengisi kajian di Jakarta ini, setidaknya ada tiga efek negatif atau keburukan riba yang akan merusak diri dan keluarga kita, antara lain : 1. Gali Lubang Tutup Lubang Orang yang bermudah-mudahan berutang untuk selain kebutuhan akan mendapati jalan buntu ini, penghasilannya tidak akan lagi mencukupi, karena selain untuk memenuhi kebutuhan pokok, sebagiannya juga untuk cicilan. Dan celakanya bila cicilan tersebut berbunga. Jika telat maka akan didenda besar, sehingga mau tidak mau harus membayar tepat waktu dengan cara mencari hutang dari tempat lainnnya. Begitu seterusnya hingga membuat ekonomi keluarga lumpuh bahkan hancur. Maka dari itu, hendaklah mengetahui batasan diri dari kekuatan finansial, tidak berhutang untuk keinginan dan gengsi semata.
2. Hutang Riba akan Semakin
Menyempitkan Hidup Hidup di dunia sejatinya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala
dan menjauhi larangan-Nya, dan diantara yang diharamkan oleh Allah Ta’ala
adalah riba hutang, dan bagi yang berani melanggarnya seakan menantang Allah
Ta’ala, dan Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Albaqarah: 278-279) Camkan,
jika Dzat yang menciptakanmu sudah memerangimu, kepada siapa lagi engkau akan
bergantung? 3.Akan Membuat Keluarga Berperangai Buruk Banyak yang tidak
menyadari, bahwa dosa yang dilakukan seseorang dapat mempengaruhi secara buruk
orang-orang terdekatnya, maka tidak sedikit orang-orang yang kelihatannya kaya
namun hubungannya dengan istri dan anak-anaknya tidak harmonis dan perangai
mereka buruk. Didapati pasangan yang selingkuh dan anak yang durhaka nan
pembuat masalah. Semua itu karena mereka diberi makan dengan yang haram, Nabi
bersabda:
’Sesungguhnya Allah Ta’ala
itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan
sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang
diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS.
Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman!
Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah:
172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang
yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua
tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Dan
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari
yang haram, maka bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim) Dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata,
Makanan yang masuk ke tubuh,
diserap oleh tubuh dan menumbuhkan daging ia menjadi zat dan komponen bagi
tubuh itu. Apabila zat itu buruk maka tubuh juga menjadi buruk sehingga harus
merasakan neraka. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“setiap tubuh yang tumbuh dari makanan haram maka neraka lebih pantas
untuknya.” Sementara surga adalah baik yang tidak akan dimasuki kecuali tubuh
yang baik.” (Majmu’ Fatawa: 21/541) Maka, hendaklah seorang kepala keluarga
menjamin kehalalan pemasukannya, dan tidak tergiur dengan jumlah yang banyak
atau cepat nan mudah didapatkan namun pada akhirnya merusak kehidupannya di
dunia dan akhirat. Semoga Allah Ta’ala senantiasa mencukupkan bagi kita yang
halal dan menjauhkan yang haram nan merusak bagi dunia dan akhirat.
Semoga bermanfaat, menjelang sore di Universitas Persada Indonesia Y.A.I