"Mengabadikan Orang Besar: Ini Mengapa Tak Ada Patung Nabi dan Khulafaur Rasyidin".
Islam mengharamkan patung. Lalu, bagaimana jika itu dimaksudkan untuk mengenang orang-orang besar yang berjasa mengisi lembaran sejarah, sekaligus sebagai peringatan bagi generasi berikutnya terhadap jasa-jasa dan keunggulan yang pernah mereka capai? Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) mengatakan untuk menjawab persoalan ini, perlu dijelaskan, bahwa Islam sama sekali tidak suka berlebih-lebihan dalam menghargai seseorang, betapa pun tingginya kedudukan orang tersebut, baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Rasulullah SAW pernah bersabda: "Jangan kamu menghormat aku seperti orang-orang Nasrani menghormati Isa bin Maryam, tetapi katakanlah, bahwa Muhammad itu hamba Allah dan Rasul-Nya." (Riwayat Bukhari dan lain-lain)
Mereka bermaksud akan
berdiri apabila melihat Nabi, sebagai suatu penghormatan kepadanya dan untuk
mengagungkan kedudukannya.
Cara semacam itu dilarang
oleh Nabi dengan sabdanya: "Jangan kamu berdiri seperti orang-orang ajam
(selain Arab) yang berdiri untuk menghormat satu sama lain." (Riwayat Abu
Daud dan Ibnu Majah) Beliau pun memberikan suatu peringatan kepada umatnya,
sikap yang berlebih-lebihan terhadap kedudukan Nabi sesudah beliau mati, maka
bersabdalah Nabi sebagai berikut: "Jangan kamu menjadikan kuburku ini
sebagai tempat hari raya." (Riwayat Abu Daud) Dan dalam doanya kepada
Tuhannya beliau mengatakan: "Ya Allah! Jangan engkau jadikan kuburku
sebagai berhala yang disembah." (Riwayat Malik) Ada beberapa orang datang
kepada Nabi SAW, mereka itu memanggil Nabi dengan kata-katanya: "Hai orang
baik kami dan anak orang baik kami, hai tuan kami dan anak tuan kami."
Mendengar panggilan seperti itu, Nabi kemudian
menegurnya dengan sabdanya sebagai berikut: "Hai manusia! Ucapkanlah
seperti ucapanmu biasa atau hampir seperti ucapanmu yang biasa itu, jangan kamu
dapat diperdayakan oleh setan. Saya adalah Muhammad, hamba Allah dan
pesuruh-Nya. Saya tidak suka kamu mengangkat aku lebih dari kedudukanku yang
telah Allah tempatkan aku." (Riwayat Nasa'i)
Al-Qardhawi mengatakan pendirian Islam dalam
masalah menghormat orang, tidak suka seseorang itu diangkat-angkat seperti
berhala yang didirikan dengan biaya beribu-ribu supaya orang-orang memberikan
penghormatan kepadanya. Banyak sekali material yang dimasukkan oleh
penganjur-penganjur kebesaran dan juru kunci tempat-tempat bersejarah melalui
pintu orang-orang atau pengikut dan ekornya yang telah mampu mendirikan berhala
ini. Dengan begitu, maka pada hakikatnya mereka ini telah menyesatkan rakyat
dengan menggunakan orang-orang besar yang jujur itu. Keabadian hakiki yang
dikenal di kalangan umat Islam hanyalah Allah yang mengetahui segala yang
rahasia dan tersembunyi, yang tidak sesat dan tidak lupa. Sedang kebanyakan
para pembesar yang namanya diabadikan di sisi Allah adalah orang-orang yang
tidak begitu dikenal oleh manusia. Hal ini justru karena Allah suka kepada
orang-orang yang baik, takwa dan tidak perlu menampak-nampakkan kepada orang
lain. Mereka ini apabila datang tidak dikenal, dan apabila pergi tidak dicari.
Sekalipun keabadian itu
sangat perlu bagi manusia, tetapi tidak mesti dengan didirikannya patung untuk
orang-orang besar yang perlu diabadikan itu. Cara untuk mengabadikan yang
dibenarkan oleh Islam ialah mengabadikan mereka itu ke dalam hati dan lisan,
yaitu dengan menyebut kesuksesan perjuangan mereka dan peninggalan-peninggalan
yang baik-baik yang ditinggalkan untuk generasi sesudah mereka. Dengan demikian
mereka itu akan selalu menjadi sebutan orang-orang belakangan. Rasulullah SAW
sendiri dan begitu juga para khalifah dan pemuka-pemuka Islam lainnya, tidak
ada yang diabadikan dengan berbentuk materi dan patung-patung yang terbuat dari
batu yang dipahat.
Sekalipun
keabadian itu sangat perlu bagi manusia, tetapi tidak mesti dengan didirikannya
patung untuk orang-orang besar yang perlu diabadikan itu. Cara untuk
mengabadikan yang dibenarkan oleh Islam ialah mengabadikan mereka itu ke dalam
hati dan lisan, yaitu dengan menyebut kesuksesan perjuangan mereka dan
peninggalan-peninggalan yang baik-baik yang ditinggalkan untuk generasi sesudah
mereka. Dengan demikian mereka itu akan selalu menjadi sebutan orang-orang
belakangan. Rasulullah SAW sendiri dan begitu juga para khalifah dan
pemuka-pemuka Islam lainnya, tidak ada yang diabadikan dengan berbentuk materi
dan patung-patung yang terbuat dari batu yang dipahat.
Semoga bermanfaat, menjelang siang di Universitas Persada Indonesia Y.A.I