Patung Itu Indah, Islam Mengharamkan karena Dijadikan Sarana Kemusyrikan
Mengapa warna kesenian
Islami tidak tampak dengan jelas pada masa Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya. Bahkan mengapa terasa atau terdengar adanya semacam
pembatasan-pembatasan yang menghambat perkembangan kesenian? Prof Dr M Quraish
Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas
Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007) mengutip pendapat Sayyid Quthb
mengatakan yang berbicara tentang masa Nabi dan para sahabatnya adalah karena
seniman , baru berhasil dalam karyanya jika ia dapat berinteraksi dengan
gagasan, menghayatinya secara sempurna sampai menyatu dengan jiwanya, lalu
kemudian mencetuskannya daLam bentuk karya seni. "Nah, pada masa Nabi dan
sahabat beliau, proses penghayatan nilai-nilai Islami baru dimulai, bahkan
sebagian mereka baru dalam tahap upaya membersihkan gagasan-gagasan Jahiliah
yang telah meresap selama ini dalam benak dan jiwa masyarakat, sehingga
kehati-hatian amat diperlukan baik dari Nabi sendiri sebagai pembimbing
maupun dari kaum Muslim lainnya," ujar Quraish Shihab. Atas dasar inilah
kita harus memahami larangan-larangan yang ada, kalau kita menerima adanya
larangan penampilan karya seni tertentu. Apalagi seperti apresiasi Al-Quran
terhadap seni sedemikian besar
Mari kita coba melihat seni
yang seringkali dinyatakan terlarang, dalam Islam, yakni seni lukis, pahat,
atau patung. Al-Quran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas
berbicara tentang patung pada tiga surat Al-Quran. 1. Dalam surat Al-Anbiya
(21) : 51-58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah Nabi
Ibrahim dan kaumnya. Sikap Al-Quran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar
menolaknya, tetapi merestui penghancurannya. "Maka Ibrahim menjadikan
berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari
patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya."
(QS Al-Anbiya [21]: 58).
Ada satu catatan kecil yang
dapat memberikan arti dari sikap Nabi Ibrahim di atas, yaitu bahwa beliau
menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar. Membiarkan satu di
antaranya dibenarkan, karena ketika itu berhala tersebut diharapkan dapat
berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala itulah Nabi Ibrahim
membuktikan kepada mereka bahwa berhala --betapapun besar dan indahnya-- tidak
wajar untuk disembah. "Sebenarnya patung yang besar inilah yang
melakukannya (penghancuran berhala-berhala itu). Maka tanyakanlah kepada mereka
jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran diri mereka,
lalu mereka berkata, Sesungguhnya kami sekalian adalah orang-orang yang
menganiaya (diri sendiri) (QS Al-Anbiya [21]: 63-64)
Sekali lagi Nabi Ibrahim as tidak menghancurkan berhala yang terbesar pada saat berhala itu difungsikan untuk satu tujuan yang benar. Jika demikian, yang dipersoalkan bukan berhalanya, tetapi sikap terhadap berhala, serta peranan yang diharapkan darinya. 2. Dalam surat Saba (34) : 12-13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Sulaiman, yang antara lain adalah, "(Para jin) membuat untuknya (Sulaiman) apa yang dikehendakinya seperti gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung ... (QS Saba [34]: 13). Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer, dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu. Di sini, patung-patung tersebut --karena tidak disembah atau diduga akan disembah—maka keterampilan membuatnya serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Ilahi. 3. Dalam Al-Quran surat Ali Imran (3) : 48-49 dan Al-Maidah (5) : 110 diuraikan mukjizat Nabi Isa as antara lain adalah menciptakan patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi burung yang sebenarnya atas izin Allah. "Aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu) berbentuk seperti burung kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung seizin Allah." (QS Ali Imran [3): 49).
keterampilan
membuatnya serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Ilahi. 3.
Dalam Al-Quran surat Ali Imran (3) : 48-49 dan Al-Maidah (5) : 110 diuraikan
mukjizat Nabi Isa as antara lain adalah menciptakan patung berbentuk burung
dari tanah liat dan setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi burung yang
sebenarnya atas izin Allah. "Aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu)
berbentuk seperti burung kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung
seizin Allah." (QS Ali Imran [3): 49).
Di sini, karena kekhawatiran
kepada penyembahan berhala atau karena faktor syirik tidak ditemukan, maka
Allah SWT membenarkan pembuatan patung burung oleh Nabi Isa as. Dengan
demikian, penolakan Al-Quran bukan disebabkan oleh patungnya, melainkan karena
kemusyrikan dan penyembahannya. Kaum Nabi Shaleh terkenal dengan keahlian
mereka memahat, sehingga Allah berfirman, "Ingatlah olehmu di waktu Tuhan
menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Ad, dan
memberikan tempat bagimu di bumi, Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanah
yang datar, dan kamu pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah, maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah, dan janganlah kamu merajalela di bumi membuat kerusakan (
QS Al-Araf [7] : 74).
Di sini,
karena kekhawatiran kepada penyembahan berhala atau karena faktor syirik tidak
ditemukan, maka Allah SWT membenarkan pembuatan patung burung oleh Nabi Isa as.
Dengan demikian, penolakan Al-Quran bukan disebabkan oleh patungnya, melainkan
karena kemusyrikan dan penyembahannya. Kaum Nabi Shaleh terkenal dengan
keahlian mereka memahat, sehingga Allah berfirman, "Ingatlah olehmu di
waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum
Ad, dan memberikan tempat bagimu di bumi, Kamu dirikan istana-istana di
tanah-tanah yang datar, dan kamu pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah,
maka ingatlah nikmat-nikmat Allah, dan janganlah kamu merajalela di bumi
membuat kerusakan ( QS Al-Araf [7] : 74).
Kaum Tsamud amat gandrung
melukis dan memahat, serta amat ahli dalam bidang ini sampai-sampai
relief-relief yang mereka buat demikian indah bagaikan sesuatu yang hidup,
menghiasi gunung-gunung tempat tinggal mereka. Kaum ini enggan beriman, maka
kepada mereka disodorkan mukjizat yang sesuai dengan keahliannya itu, yakni
keluarnya seekor unta yang benar-benar hidup dari sebuah batu karang. Mereka
melihat unta itu makan dan minum (QS Al-Araf [7]: 73 dan QS Al-Syuara [26]:
155-156), bahkan mereka meminum susunya. Ketika itu relief-relief yang mereka
lukis tidak berarti sama sekali dibanding dengan unta yang menjadi mukjizat
itu. Sayang mereka begitu keras kepala dan kesal sampai mereka tidak mendapat
jalan lain kecuali menyembelih unta itu, sehingga Tuhan pun menjatuhkan palu
godam terhadap mereka (Baca QS Al-Syams [91]: 13-15) .
Quraish menjelaskan yang
digarisbawahi di sini adalah bahwa pahat-memahat yang mereka tekuni itu
merupakan nikmat Allah SWT yang harus disyukuri, dan harus mengantar kepada
pengakuan dan kesadaran akan kebesaran dan keesaan Allah SWT.
Semoga bermanfaat, menjelang sore di Universitas Persada Indonesia Y.A.I